Review 2
KRITIK TERHADAP KOPERASI (SERTA SOLUSINYA) SEBAGAI MEDIA
PENDORONG PERTUMBUHAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)
Oleh: Bambang Suprayitno
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)
B. Sekilas Tentang Koperasi
1. Konsep Koperasi
Menurut Britannica Concise Encyclopedia, Koperasi atau Cooperative Organization bermakna organization owned by and operated for the benefit of those using its services. Makna mudahnya adalah organisasi koperasi adalah organisasi yang dimiliki sekaligus dioperasikan untuk kepentingan penggunanya dalam hal iniadalah anggotanya. Koperasi berawal dari kata "co" yang berarti bersama dan "operation" (operasi) artinya bekerja sehingga koperasi diartikan bekerja sama. Sedangkan pengertian umum koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota.
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI (lihat Wikipedia Indonesia). Tokoh nasional yang gigih mendukung koperasi adalah Bung Hatta, wakil presiden pertama RI, sehingga beliau disebut Bapak Koperasi Indonesia.
Ciri-ciri yang menonjol dalam koperasi adalah :
a. Berasas kekeluargaan
b. Keanggotaan sukarela dan terbuka bagi setiap Warga Negara Republilk Indonesia
c. Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi
Fungsi dan peran Koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 pasal 4 adalah:
a. membangun dan mengembangkan potesi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat ;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perkonomian nsional dengan koperasi sebagai sokogurunya ;
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perkonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Selain itu juga disebutkan bahwa yang dinamakan koperasi secara keanggotaan adalah koperasi bisa berbentuk Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Koperasi Primer adalah koperasi yang terdiri dari sedikitnya 20 orang anggota sedangkan Koperasi Sekunder adalah koperasi yang terdiri atas sedikitnya 3 koperasi (UU No.25 Pasal 6).
Sedangkan koperasi menurut bidang usaha yang dilakukannya ada beberapa jenis:
a. Koperasi Simpan Pinjam
b. Koperasi Konsumen
c. Koperasi Produsen
d. Koperasi Pemasaran
e. Koperasi Jasa
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa koperasi bisa mempunyai lebih dari satu bidang usaha. Koperasi ini disebut koperasi serba usaha. Yang jelas pendirian ataupun jenis usaha koperasi didirikan berdasarkan kepentingan bersama bagi anggotanya.
2. Koperasi Jika Ditinjau dari Sisi Teori Mikro
Koperasi pada dasarnya adalah organisasi yang terdiri dari beberapa anggota yang mempunyai kepentingan yang sama. Anggota tersebut bisa terdiri dari pertama adalah konsumen atau produsen yang berfungsi sebagai pembeli barang dan jasa atau input untuk produksi sedangkan yang kedua adalah terdiri atas produsen sebagai pemasok barang dan jasa untuk konsumsi ataupun input untuk produksi.
a. Anggota Koperasi Sebagai Pembeli
Jika anggota koperasi terdiri atas pembeli maka koperasi ini berfungsi untuk menyatukan permintaan sehingga dia (sebagai organisasi) mempunyai daya tawar yang kuat karena berperilaku sebagai monopsoni (pembeli tunggal) atau paling tidak mendekati pola itu. Monopsoni mempunyai daya tawar yang kuat karena dialah yang berperan sebagai satu-satunya pembeli dari barang dan jasa (bagi konsumen) atau input (bagi produsen). Dengan demikian dengan menyatukan diri menjadi koperasi maka anggota-anggota yang tergabung dalam organisasi (badan usaha koperasi) akan lebih bisa menentukan harga dari barang dan jasa atau input yang dimintanya.
Misalkan, para pegawai negeri bergabung dalam koperasi pegawai, pada suatu saat pegawai menginginkan kain untuk dijadikan seragam baru. Dengan bergabung dalam koperasi maka para pegawai tersebut akan lebih mudah menentukan harga transaksi yang ingin dicapai bila dibandingkan dengan pegawai itu bertindak secara perorangan atau sendiri-sendiri untuk membeli kain di suatu toko atau dari pemasok. Koperasi pegawai tersebut akan dapat menyatukan aspirasi para anggotanya tentang harga yang diinginkan sehingga punya daya tawar (bargaining power) yang lebih kuat.
Contoh yang kedua adalah misalnya para produsen kerajinan tas kulit bergabung dalam koperasi. Maka dengan mudah koperasi pengrajin tas kulit itu menentukan harga beli terhadap pasokan bahan baku kulit jadi. Dengan permintaan yang besar dan punya visi yang sama terhadap harga maka pemasok kulit akan tunduk terhadap para pengrajin yang tergabung dalam koperasi. Karena jika pemasok tersebut menolak tawaran yang diinginkan maka ia akan kehilangan permintaan bahan baku kulit dalam jumlah yang besar.
b. Anggota Koperasi Sebagai Produsen atau Penjual
Ketika para produsen menyatukan dirinya dalam organisasi koperasi maka secara mikro, organisasi tersebut menyatukan penawaran para produsen yang semula sendiri-sendiri sehingga organisasi koperasi tersebut bisa menjadi monopoli atau paling tidak mendekati pola tersebut. Dengan berubahnya struktur pasar seperti itu maka koperasi bisa mempersepsikan permintaan pasar adalah permintaan sendiri. Dengan demikian maka koperasi bisa dengan leluasa menetapkan harga pasar maupun kuantitas barang yang ditawarkannya sehingga secara organisasi keuntungan akan menjadi maksimal. Jika keuntungan maksimal maka tentunya kesejahteraan para produsen sebagai anggota akan meningkat.
Hal ini berbeda ketika para produsen tersebut bertindak sendiri-sendiri. Yang menentukan harga adalah pasar sedangkan para produsen tersebut hanya akan mengikuti harga pasar atau hanya berperan sebagai price taker not price maker.
Misalkan saja para petani susu sapi, jika para petani tersebut meleburkan dririnya dalam koperasi maka koperasi tersebut bisa mempunyai daya tawar yang kuat dalam menentukan harga terhadap para konsumen susu (dalam hal ini pabrik susu kemasan). Jika pabrik tersebut menolak harga yang ditawarkan maka pabrik susu tersebut akan kehilangan pasokannya yang tentunya akan menghambat kegiatan produksinya.
Sebagai tambahan saja, sebenarnya OPEC (organisasi negara pengekspor minyak dunia) atau sejenis organisasi lainnya secara mikro sama dengan koperasi. Pada hakekatnya koperasi ataupun OPEC dalam ekonomi mikro disebut cartel. Sebab baik koperasi mapun OPEC pada dasarnya melakukan kolusi dan persetujuan yang sifatnya legal dan terbuka. Miller (1985: 281) mendefinisikan hal ini sebagai cartel. Hanya saja kata “Kartel” itu lebih sering dikonotasikan negatif yaitu sebagai perjanjian illegal yang dilakukan oleh para produsen dalam suatu industri.
3. Koperasi dan UMKM di Indonesia
Menteri Negara Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM) mengatakan UKM menyumbang 53,3 persen atau sebesar Rp1.778,7 triliun dari total Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2006 yang mencapai Rp3.338,2 triliun. Sedangkan dari sisi tenaga kerja UKM mampu menyerap jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,18 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia dengan jumlah populasi UKM pada 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia.
UMKM mempunyai artian kriteria yang berbeda-beda menurut beberapa organisasi. Secara umum kriteria difokuskan pada besarnya asset, banyaknya pekerja dan besarnya omzet yang diperoleh usaha tersebut. Berikut beberapa kriteria tentang UMKM. Lihat tabel 1.
Koperasi dinilai sangat penting keberadaannya baik untuk kegiatan UMKM itu sendiri ataupun sebagai media penguatan UMKM yang disponsori oleh oleh pemerintah maupun kelompok organisasi nonpemerintah.
Beberapa contoh model penyaluran dana yang diperuntukkan untuk UMKM:
a. Modal Awal Padanan (MAP)
Penyaluran dana Modal Awal Padanan (MAP) dari Kementerian Koperasi dan UKM kepada Koperasi Usaha Kecil dan Menengah-Perusahaan Pasangan Usaha (KUKMPPU) akan difokuskan sektor usaha produktif.
PT Bahana Artha Ventura (BAV) adalah perusahaan yang ditunjuk Kementerian Koperasi dan UKM sebagai koordinator penyaluran dana bergulir MAP melalui Lembaga Modal Ventura Daerah (LMVD). Dana MAP tersebut selanjutnya dikucurkan kepada KUKM-PPU.
Sejak 2001-2006, penyaluran dana MAP melalui 27 LMVD mencapai Rp94,150milliar. Sampai saat ini perkembangan pergulirannya secara komulatif mencapai Rp147,066milliar atau meningkat 156,20%. Dana itu telah dimanfaatkan oleh 1.821 KUKM-PPU dan mampu menyerap 24.831 tenaga kerja (Depkop, 2007).
b. Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL)
Kemenkop dan UKM membutuhkan partisipasi swasta membantu pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang belum terjangkau program pemberdayaan pemerintah meski telah mengalokasikan dana Rp5,3 triliun.
Jumlah UKM penerima penyaluran dana yang bersumber dari Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) tersebut sekitar 34.000. Tahun lalu, dana yang disalurkan dari penyisihan laba perusahaan BUMN sekitar Rp713miliar. Hal ini dirasa kurang mengingat besarnya jumlah BUMN yang terlibat dan banyaknya UKM yang mebutuhkan. Saat ini UKM mencapai 48,92 juta, jumlah BUMN belum ideal karena jumlahnya di bawah 150 unit.
c. Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM)
Menegkop dan UKM juga menyalurkan bantuan dana bergulir untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat. Bantuan perkuatan dana bergulir itu untuk Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) dengan pola konvensional kepada koperasi. Perguliran juga bisa diberikan kepada koperasi pola syariah.
Selain itu ada beberapa contoh kontribusi koperasi dalam penyaluran dana dan penguatan UMKM yang disponsori oleh kelompok perusahaan, perbankan, danorganisasi non pemerintahan yang masih berjalan sampai saat ini (Smeru, 2003). Beberapa contoh tersebut ditampilkan dalam tabel 2.
Nama : Nisaa’ Aqmarina
NPM : 25211190
2. Koperasi Jika Ditinjau dari Sisi Teori Mikro
Koperasi pada dasarnya adalah organisasi yang terdiri dari beberapa anggota yang mempunyai kepentingan yang sama. Anggota tersebut bisa terdiri dari pertama adalah konsumen atau produsen yang berfungsi sebagai pembeli barang dan jasa atau input untuk produksi sedangkan yang kedua adalah terdiri atas produsen sebagai pemasok barang dan jasa untuk konsumsi ataupun input untuk produksi.
a. Anggota Koperasi Sebagai Pembeli
Jika anggota koperasi terdiri atas pembeli maka koperasi ini berfungsi untuk menyatukan permintaan sehingga dia (sebagai organisasi) mempunyai daya tawar yang kuat karena berperilaku sebagai monopsoni (pembeli tunggal) atau paling tidak mendekati pola itu. Monopsoni mempunyai daya tawar yang kuat karena dialah yang berperan sebagai satu-satunya pembeli dari barang dan jasa (bagi konsumen) atau input (bagi produsen). Dengan demikian dengan menyatukan diri menjadi koperasi maka anggota-anggota yang tergabung dalam organisasi (badan usaha koperasi) akan lebih bisa menentukan harga dari barang dan jasa atau input yang dimintanya.
Misalkan, para pegawai negeri bergabung dalam koperasi pegawai, pada suatu saat pegawai menginginkan kain untuk dijadikan seragam baru. Dengan bergabung dalam koperasi maka para pegawai tersebut akan lebih mudah menentukan harga transaksi yang ingin dicapai bila dibandingkan dengan pegawai itu bertindak secara perorangan atau sendiri-sendiri untuk membeli kain di suatu toko atau dari pemasok. Koperasi pegawai tersebut akan dapat menyatukan aspirasi para anggotanya tentang harga yang diinginkan sehingga punya daya tawar (bargaining power) yang lebih kuat.
Contoh yang kedua adalah misalnya para produsen kerajinan tas kulit bergabung dalam koperasi. Maka dengan mudah koperasi pengrajin tas kulit itu menentukan harga beli terhadap pasokan bahan baku kulit jadi. Dengan permintaan yang besar dan punya visi yang sama terhadap harga maka pemasok kulit akan tunduk terhadap para pengrajin yang tergabung dalam koperasi. Karena jika pemasok tersebut menolak tawaran yang diinginkan maka ia akan kehilangan permintaan bahan baku kulit dalam jumlah yang besar.
b. Anggota Koperasi Sebagai Produsen atau Penjual
Ketika para produsen menyatukan dirinya dalam organisasi koperasi maka secara mikro, organisasi tersebut menyatukan penawaran para produsen yang semula sendiri-sendiri sehingga organisasi koperasi tersebut bisa menjadi monopoli atau paling tidak mendekati pola tersebut. Dengan berubahnya struktur pasar seperti itu maka koperasi bisa mempersepsikan permintaan pasar adalah permintaan sendiri. Dengan demikian maka koperasi bisa dengan leluasa menetapkan harga pasar maupun kuantitas barang yang ditawarkannya sehingga secara organisasi keuntungan akan menjadi maksimal. Jika keuntungan maksimal maka tentunya kesejahteraan para produsen sebagai anggota akan meningkat.
Hal ini berbeda ketika para produsen tersebut bertindak sendiri-sendiri. Yang menentukan harga adalah pasar sedangkan para produsen tersebut hanya akan mengikuti harga pasar atau hanya berperan sebagai price taker not price maker.
Misalkan saja para petani susu sapi, jika para petani tersebut meleburkan dririnya dalam koperasi maka koperasi tersebut bisa mempunyai daya tawar yang kuat dalam menentukan harga terhadap para konsumen susu (dalam hal ini pabrik susu kemasan). Jika pabrik tersebut menolak harga yang ditawarkan maka pabrik susu tersebut akan kehilangan pasokannya yang tentunya akan menghambat kegiatan produksinya.
Sebagai tambahan saja, sebenarnya OPEC (organisasi negara pengekspor minyak dunia) atau sejenis organisasi lainnya secara mikro sama dengan koperasi. Pada hakekatnya koperasi ataupun OPEC dalam ekonomi mikro disebut cartel. Sebab baik koperasi mapun OPEC pada dasarnya melakukan kolusi dan persetujuan yang sifatnya legal dan terbuka. Miller (1985: 281) mendefinisikan hal ini sebagai cartel. Hanya saja kata “Kartel” itu lebih sering dikonotasikan negatif yaitu sebagai perjanjian illegal yang dilakukan oleh para produsen dalam suatu industri.
3. Koperasi dan UMKM di Indonesia
Menteri Negara Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM) mengatakan UKM menyumbang 53,3 persen atau sebesar Rp1.778,7 triliun dari total Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2006 yang mencapai Rp3.338,2 triliun. Sedangkan dari sisi tenaga kerja UKM mampu menyerap jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,18 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia dengan jumlah populasi UKM pada 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia.
UMKM mempunyai artian kriteria yang berbeda-beda menurut beberapa organisasi. Secara umum kriteria difokuskan pada besarnya asset, banyaknya pekerja dan besarnya omzet yang diperoleh usaha tersebut. Berikut beberapa kriteria tentang UMKM. Lihat tabel 1.
Koperasi dinilai sangat penting keberadaannya baik untuk kegiatan UMKM itu sendiri ataupun sebagai media penguatan UMKM yang disponsori oleh oleh pemerintah maupun kelompok organisasi nonpemerintah.
Beberapa contoh model penyaluran dana yang diperuntukkan untuk UMKM:
a. Modal Awal Padanan (MAP)
Penyaluran dana Modal Awal Padanan (MAP) dari Kementerian Koperasi dan UKM kepada Koperasi Usaha Kecil dan Menengah-Perusahaan Pasangan Usaha (KUKMPPU) akan difokuskan sektor usaha produktif.
PT Bahana Artha Ventura (BAV) adalah perusahaan yang ditunjuk Kementerian Koperasi dan UKM sebagai koordinator penyaluran dana bergulir MAP melalui Lembaga Modal Ventura Daerah (LMVD). Dana MAP tersebut selanjutnya dikucurkan kepada KUKM-PPU.
Sejak 2001-2006, penyaluran dana MAP melalui 27 LMVD mencapai Rp94,150milliar. Sampai saat ini perkembangan pergulirannya secara komulatif mencapai Rp147,066milliar atau meningkat 156,20%. Dana itu telah dimanfaatkan oleh 1.821 KUKM-PPU dan mampu menyerap 24.831 tenaga kerja (Depkop, 2007).
b. Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL)
Kemenkop dan UKM membutuhkan partisipasi swasta membantu pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang belum terjangkau program pemberdayaan pemerintah meski telah mengalokasikan dana Rp5,3 triliun.
Jumlah UKM penerima penyaluran dana yang bersumber dari Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) tersebut sekitar 34.000. Tahun lalu, dana yang disalurkan dari penyisihan laba perusahaan BUMN sekitar Rp713miliar. Hal ini dirasa kurang mengingat besarnya jumlah BUMN yang terlibat dan banyaknya UKM yang mebutuhkan. Saat ini UKM mencapai 48,92 juta, jumlah BUMN belum ideal karena jumlahnya di bawah 150 unit.
c. Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM)
Menegkop dan UKM juga menyalurkan bantuan dana bergulir untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat. Bantuan perkuatan dana bergulir itu untuk Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) dengan pola konvensional kepada koperasi. Perguliran juga bisa diberikan kepada koperasi pola syariah.
Selain itu ada beberapa contoh kontribusi koperasi dalam penyaluran dana dan penguatan UMKM yang disponsori oleh kelompok perusahaan, perbankan, danorganisasi non pemerintahan yang masih berjalan sampai saat ini (Smeru, 2003). Beberapa contoh tersebut ditampilkan dalam tabel 2.
Nama : Nisaa’ Aqmarina
NPM : 25211190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar