Sabtu, 05 Januari 2013

Posting 6 Ekonomi Koperasi

Review 3
KRITIK TERHADAP KOPERASI (SERTA SOLUSINYA) SEBAGAI MEDIA PENDORONG PERTUMBUHAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) 
Oleh: Bambang Suprayitno 
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) 

C. Hambatan Sekaligus Kritik Terhadap Koperasi 

Secara umum jika diinventaris maka kendala yang juga bisa dianggap kritik yang dihadapi oleh koperasi ada dari berbagai sisi sebagaimana berikut: 

1. Sumber Daya Manusia (SDM) 
Banyak sekali kenyataan di lapangan yang mengungkapkan bahwa SDM yang ikut terlibat di dalamnya baik sebagai anggota, pengurus, maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak professional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagaimana badan usaha lainnya. 

Dari sisi keanggotaan, seringkali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas sehingga pelaksanaan koperasi juga tidak sepenuh hati. 

Pengurus yang dipilih dalam Rapat Anggota (RA) sering kali dipilih berdasarkan status sosial (baik strata ekonomi ataupun adat) dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya kontrol yang ketat dari para anggotanya. Hal ini disebabkan karena adanya rasa keengganan dari para anggota itu sendiri. 

Sedangkan pengelola yang ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Seringkali pengelola yang diambil bukan dari kalangan yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha melainkan dari orang-orang yang kurang atau bahkan tidak mempunyai pekerjaan. 

2. Konflik Kepentingan dari Sisi Konsep Koperasi 
Koperasi pada dasarnya adalah badan hukum sebagaimana badan usaha lainnya seperti CV, PT, Firma dan sebagainya. Namun di sisi lain koperasi dituntut untuk mensejahterakan anggotanya. Di satu sisi koperasi jelas membutuhkan keuntungan untuk kelangsungan usahanya namun di sisi lain keberadaan berdasarkan didirikannya adalah untuk memajukan kesejahteraan anggotanya. 

Ketika koperasi dipandang sebagai badan usaha maka tentunya koperasi (dalam hal ini pengelola) dituntut untuk mengoptimalkan keuntungan dengan cara mendapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya. Namun mengingat semangat didirikannya koperasi adalah untuk memajukan anggotanya maka koperasi seperti halnya koperasi konsumen atau koperasi simpan pinjam tentunya tidak bisa mengambil margin yang banyak (untuk koperasi konsumen) atau tidak dapat menetapkan tingkat pengembalian yang besar (untuk koperasi simpan pinjam). Sebab koperasi ini tentunya beroperasi untuk melayani konsumen yang notabene adalah anggotanya sendiri.

3. Keuangan 
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi keuangan (financial condition) badan usaha tersebut. Seringkali kendala modal yang dimiliki menjadi perkembangan koperasi terhambat. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dari dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dari sumber di luar koperasi itu sendiri.

Kendala modal dari dalam tidak kuat biasanya kurang bisa ditutupi dengan sumber modal dari luar akibat kurang profesional pengelolaan manajemen koperasi. Hal ini bisa disebakan karena kurang adanya pengelolaan seperti pembukuan yang kurang baik ataupun dari segi keuangan koperasi yang kurang sehat. Akibatnya ketika koperasi itu ingin mengajukan permohonan modal terhadap pihak luar seperti bank ataupun lembaga keuangan lainnya maka seringkali ditolak. Sedangkan ketika menumpukan modal dari dalam keuangan koperasi maka kurang memungkinkan untuk melakukan ekspansi usaha akibat terlalu sedikitnya tingkat pengembalian yang diperoleh.

Sebaliknya ketika terlalu menggantungkan modal dari luar seringkali biaya yang menjadi beban kegiatan koperasi itu menjadi lebih besar dari tingkat pengembaliannya sehingga dari segi keuangan malah semakin memberatkan.

4. Rendahnya Etos Kerja Personal dalam Koperasi 
Rendahnya etos kerja ini selain berkaitan dengan rendahnya kualitas SDM juga bisa disebabkan karena kurang adanya rangsangan untuk meningkatkan gairah kerja para personel yang terlibat dalam kegiatan koperasi sendiri. Secara organisasi anggota koperasi (yang hanya sebatas sebagai anggota saja) hanya punya andil dalam pengumpulan modal baik itu berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib atau simpanan lainnya. Namun di sisi lain yang bertanggung jawab dan banyak mengeluarkan keringat dan pikiran adalah para personel yang terlibat dalam pengelolaan koperasi mulai dari pengawas, pengurus, ataupun pengelolanya (manajer).

Sisa Hasil Usaha (SHU) diperoleh dari laba bersih yang dihasilkan dari kegiatan koperasi. SHU ini selanjutnya akan dipotong dana cadangan yang telah ditetapkan dalam rapat anggota untuk kepentingan ekspansi kegiatan usahakoperasi. SHU yang telah dikurangi tadi selanjutnya kan dibagikan kepada para anggotanya berdasarkan andilnya (modal yang telah disetorkannya).

Dari skema pembagian SHU ini jelas terlihat bahwa personel yang telah berbuat banyak untuk koperasi (pengawas, pengurus, dan pengelola) mandapatkan reward (penghargaan) yang lebih rendah daripada para anggota yang justru lepas tangan dalam pengelolaan koperasi. Skema ini tentunya memberi dampak negatif bagi semangat kerja orang-orang yang paling berjasa tadi.

5. Kurang Bisa Mengoptimalkan Penggunaan Teknologi Informasi (TI) Baik Dalam Pengembangan Produk Maupun Pemasaran
Untuk koperasi produsen seringkali terjadi adanya dalam sisi pemasaran. Kebanyakan koperasi yang ada hanya mengandal pemasarannya berdasarkan sistem konvensional misalnya kurangnya publikasi baik melalui selebaran, media cetak, elektronik ataupun internet. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang sudah menggunakan media internet, televise, radio, dan lain-lain. Namun banyak sekali yang masih mengandalkan cara-cara lama yaitu menyebarkan informasi dari mulut kemulut.

Karena kita sudah memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas maka sewajarnyalah untuk mengoptimalkan penggunaan Teknologi Informasi (TI). Sebab tidak menutup kemungkinan yang akan bersaing di Indonesia adalah perusahaanperusahaan besar yang juga menghasilkan produk yang serupa dengan yang dihasilkan dengan UMKM. Sedangkan UMKM di Indonesia seringkali menggunakan teknologi turun-temurun yang tidak berkembang sehingga nantinya akan kalah dengan produk asing baik dari kualitas mapun kuantitasnya. Sehingga penting sekali untuk memanfaatkan TI baik untuk kepentingan pengembangan produk maupun pemasarannya. Menurut hasil studi lembaga riset AMI Partners, hanya 20% UKM di Indonesia yang memiliki komputer.

Hal ini diduga karena rendahnya adopsi TI oleh UKM di Indonesia. Sekali lagi ini berkaitan dengan SDM dan tentunya juga keterbatasan modal. Berdasar survei yang dilakukan oleh penulis terhadap UKM di Yogyakarta, alasan UKM yang belum menggunakan komputer adalah karena tidak merasa butuh (82,2%), dukungan finansial yang terbatas (41,1%), dan karena tidak memiliki keahlian untuk menggunakan (4,1%).

Dari UKM yang telah mempunyai komputer, belum banyak yang menggunakannya untuk aktivitas strategis dan berorientasi eksternal. Hal inididukung oleh data bahwa sebanyak 68,9% UKM menggunakan komputer hanya untuk mengetik surat atau laporan, 66,67% untuk melakukan perhitungan, 34,5% untuk mengakses Internet, 43,7% untuk mendesain produk, 28,7% untuk menjalankan sistem informasi, dan 20,7% untuk melakukan presentasi (Indarti, 2007).


Nama : Nisaa’ Aqmarina
NPM : 25211190

1 komentar: